PERJUANGAN R.A Kartini dalam menyetarakan hak wanita Tanah Air agar sama dengan laki-laki agar bisa duduk di bangku sekolah direalisasikannya melalui Sekolah Kartini di tahun 1920. Sekolah hanya untuk wanita pribumi yang proses mengajarnya menggunakan bahasa Belanda.
Sekolah tersebut pun masih bisa ditemukan jika berwisata ke Semarang, dan bangunan yang dirancang oleh Ir. Herman Thomas Karsten tahun 1916-1920 ini pun masih berdiri kokoh di jalan Sultan Agung 77 Gajahmungkur. Suasana khas Belanda masih terasa ketika menginjaki kaki di pelataran.
Atap batu bata merah usang terlihat berdebu, cat berwarna coklat muda menghidupkan suasana penjajahan semakin kental. Pondasi seluas 12x12 cm terbuat dari kayu jati masih sangat berdiri kokoh, dan tidak lapuk. Destinasi sejarah penuh makna tersebut terlihat memukau.
Semakin dalam memasuki ruangan Anda akan melihat keadaan ruangan yang digunakan untuk belajar. Aula besar di mana atap-atapnya bergaya klasik dengan menggunakan limasan berdiri kokoh untuk melindungi area bawah. Di sinilah wanita pribumi mengenyam pendidikan.
Di sana juga ada ruangan-ruangan kelas yang memiliki gaya khas Belanda, di mana jendela berbentuk setengah bundar dengan arkilik membuat suasana semakin hidup kembali. Terbayang wajah ceria wanita yang gembira menerima pelajaran untuk kecerdasan bangsa.
Saat ini gedung juga masih berfungsi sebagai tempat untuk Akademi Kesejahteraan Sosial, dan SMA Kartini. Sekolah tersebut pun juga dimanfaatkan untuk kalangan tidak mampu agar tetap melanjutkan pendidikan.
Kokohnya gedung sekolah Kartini ini pun mendapatkan gelar salah satu warisan budaya dari kota Semarang. Dan untuk menyambanginya pun tidaklah sulit, karena sekolah berada di depan halte bus trans Semarang. (fid)
(hth)