Ketua Komunitas Arkamaya Sukma, Anna Kunti Pratiwi mengatakan, perkembangan seni tari tradisional Indonesia memang tidak semulus budaya-budaya asing yang masuk ke Tanah Air. Budaya asing jadi saingan yang cukup berat.
Pengaruhnya budaya asing bahkan begitu terasa khususnya bagi generasi muda yang sebagian besar lebih tertarik pada budaya luar daripada khazanah budaya bangsa. Sebut saja budaya K-pop yang kian digandrungi oleh generasi muda Indonesia sejak beberapa tahun terakhir. Bahkan mereka lebih mengenal budaya K-pop daripada seni tari tradisional.
Hal ini, ujar Kunti, jadi tantangan besar untuk melestarikan budaya Nusantara. Terlebih bila menghubungkan persoalan ini dengan tingkat kesulitan tarian tradisional yang memang membutuhkan pemahaman dan komitmen yang kuat untuk mempelajarinya.
Berangkat dari fenomena tersebut, Kunti dan temannya Menuk sepakat mendirikan komunitas tari Arkamaya Sukma.
"Kita menari sebetulnya ingin memberi contoh, minimal untuk anak-anak kita. Salah satu anggota di sini anaknya juga sudah ikut menari. Kita mau memberi contoh, bahwa kita yang sudah berumur begini masih semangat untuk melestarikan budaya tari. Sesederhana itu," tegas Kunti.
"Kita juga ingin melestarikan dan menjaga bagaimana kesenian itu sesuai dengan bentuk aslinya dan sesuai pakemnya. Karena di situlah keunikan dari budaya Indonesia yakni, keberagamannya," tambahnya.
Perlahan tapi pasti, kerja keras Kunti dan teman-temannya mulai membuahkan hasil. Sejak terbentuk pada 2016 silam, Arkamaya Sukma telah mengguncang 11 panggung pertunjukkan baik di dalam maupun luar negeri.