SETIAP 22 Mei diperingati sebagai Hari Keanekaragaman Hayati Dunia. Sudah sepatutnya kita menjaga kelestariannya dengan berbagai cara.
Data WWF dalam rentang waktu 1970 sampai dengan 2014, lebih dari 60% populasi mamalia, burung, ikan, dan reptil telah lenyap. Salah satu faktornya adalah pola makan dengan produk hewani.
Juru Kampanye Perlindungan Hewan dari Sinergia Animal Diah Pitaloka mengatakan, ketidakseimbangan ini bukan hanya beresiko membahayakan hewan. Berkurangnya ekosistem alami juga berpengaruh pada ancaman kehidupan manusia di bumi,
"Hewan dan tumbuhan berperan penting dalam mengatur bumi yang kita tinggali melalui suhu, iklim, dan penyerbukan,” ungkap Dian.
Dia juga menjelaskan berbagai langkah yang mengakibatkan kurangnya populasi keanekaragaman hayati di dunia. Berikut ulasannya yang dirangkum Okezone.
Mencegah hilangnya habitat

Berdasarkan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), 80% lahan pertanian di dunia digunakan untuk hewan ternak. Hal ini menyebabkan kerusakan yang signfikan terhadap hutan hujan, yang membahayakan satwa liar yang menjadi salah satu penyebab utama deforestasi di Hutan Amazon di Brazil dan Hutan Cerrado.
"Indonesia mengimpor kedelai dari Brazil untuk diberi makan ke hewan ternak. Saat kita mengurangi konsumsi produk daging, kita mengurangi permintaan jenis produk tersebut sehingga mengurangi beban lahan yang dipakai. Produksi sayur-sayuran untuk konsumsi manusia membutuhkan lahan yang jauh lebih sedikit,” jelas Dian.
Tidak ada lagi pemusnahan hewan liar
Para peternak menganggap hewan liar sebagai ancaman untuk produksi. Contohnya bison, kangguru, zebra dan kerbau bersaing dengan hewan ternak untuk merumput, serta ular dan keluarga kucing besar yang memangsa hewan ternak.
Jangan biarkan hewan liar kelaparan
Untuk menjaga hewan liar jauh dari lahannya, para peternak membangun pagar yang dapat menghalangi rute migrasi jutaan hewan. Jika mereka tidak dapat melanjutkan migrasinya, banyak hewan yang dapat sekarat karena dehidrasi atau kelaparan. Tentunya keadaan tidak harus seperti ini.
Polusi air
Mayoritas air yang dikonsumsi oleh hewan ternak kembali ke alam dalam bentuk pupuk cair, zat yang sarat akan patogen, logam berat, residu obat, hormon, antibiotik.
Berdasarkan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) limbah tersebut menyerap banyak oksigen yang menyebabkan adanya pertumbuhan ganggang berlebih di danau, waduk, atau daerah pesisir. Selain oksigen, ganggang juga menghasilkan toksin yang mengancam spesies lain untuk bertahan hidup.
Cegah terjadinya perubahan iklim
Hewan ternak berkontribusi sebanyak 14,5% sampai 18% jumlah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan manusia.
“Tidak dapat dipungkiri bahwa peternakan hewan berperan secara signifikan dalam perubahan iklim dan juga kerusakan lingkungan sebagai dampaknya,” ungkap Dian.
Mengurangi tekanan biota laut
Berdasarkan Unesco, jika tidak ada perubahan, di tahun 2100 lebih dari setengah dari spesies biota laut berada dalam ancaman kepunahan. Penyebabnya karena terjadi penangkapan ikan yang berlebihan.