CANDI menjadi salah satu situs bersejarah peninggalan kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di Indonesia. Selain itu, candi-candi tersebut juga seringkali dijadikan sebagai tempat untuk berwisata. Misalnya saja Candi Ceto yang berada di kaki Gunung Lawu.
Dikutip dari website resmi Pemkab Karanganyar, Candi Ceto merupakan salah satu candi dengan corak Hindu yang diperkirakan telah dibangun pada masa Kerajaan Majapahit, abad ke-15 Masehi.
Berdasarkan prasasti yang ditulis dengan huruf Jawa kuno di dinding gapura, candi ini diperkirakan selesai dibangun sekitar tahun 1475 Masehi dan diperkirakan dimulai pada 1451 Masehi.
Sejarah penemuan kembali Candi Ceto
Tahun 1842, Van de Vles membuat sebuah catatan ilmiah tentang Candi Ceto. Selain dirinya, ada beberapa sejarahwan dan ahli lainnya yang melakukan penelitian terhadap Candi Ceto, yaitu A.J. Bennet Kempers, K.C. Crucq, W.F. Sutterheim, N.J. Krom dan Riboet Darmosoetopo yang berkebangsaan Indonesia.
Baca juga: Wisata Candi Mendut, Unik dan Memikat Hati Wisatawan
Setelah penemuan tersebut, penggalian untuk kepentingan rekonstruksi pertama kali dilakukan pada 1928 oleh Commissie vor Oudheiddienst atau Dinas Purbakala Hindu Belanda. Sejak ditemukannya kembali candi ini, banyak wisatawan yang berkunjung ke sini karena keunikan arsitektur Candi Ceto yang berbeda dengan candi-candi Hindu di Jawa pada umumnya.
Arsitektur Candi Ceto
Bangunan yang diperkiran didirikan pada masa pemerintahan Raja Brawijaya V ini, saat pertama kali ditemukan, berupa reruntuhan bebatuan yang berbentuk punden berundak yang terdiri dari 14 teras. Namun hanya tersisa 13 teras setelah penemuannya kembali dan setelah pemugaran tahun 1975-1976, kini hanya tersisa 9 teras yang dapat dilihat oleh pada pengunjung.
(Foto: kemdikbud.go.id)
Memiliki struktur yang berteras-teras memunculkan dugaan sinkretisme kultur asli Nusantara dengan Hinduisme. Dugaan ini diperkuat oleh bentuk relief yang menyerupai wayang kulit dengan wajah tampak samping, tubuh cenderung tampak depan.
Menurut sejarah, candi ini dibangun dengan material batu andesit dengan relief yang sederhana. Patung yang terdapat di candi ini pun bila dilihat tidak mirip dengan orang Jawa, melainkan mirip dengan orang Sumeria atau Romawi.
Baca juga: Gunung Kidul Cari Investor Garap Pariwisata Kawasan Panggang
Namun karena material terebut, para ahli sejarah menduga Candi Ceto sudah ada sebelum masa Kerajaan Majapahit. Karena pada saat itu, Kerajaan Majapahit dibangun menggunakan bata merah dan reliefnya juga cenderung lebih kompleks dan detail dibandingkan dengan relief yang ditemukan di Candi Ceto.
Fungsi Candi Ceto
Pembangunan candi ini berfungsi sebagai tempat pertapaan bagi kalangan penganut kepercayaan asli Jawa/Kejawen. Berdasarkan prasasti yang bertuliskan aksara Jawa pada dinding mengungkapkan, candi ini dibangun sebagai tempat peruwatan atau tempat untuk melepaskan diri dari kutukan.
Salah satu candi tertinggi di Indonesia
Candi ini juga sering disebut sebagai salah satu candi tertinggi di Indonesia. Sebab Candi Ceto terletak pada ketinggian 1496 mdpl, di kaki Gunung Lawu. Tepatnya, secara administratif candi ini berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Nama Candi pun diambil sesuai nama dusun candi ini berada. Dalam bahasa Jawa, "Ceto" berarti jelas. Apabila cuaca cerah, pemandangan dari candi ini akan terlihat jelas dan indah karena menyuguhkan pemandangan Kota Karanganyar dan Solo dari ketinggian, serta jajaran pegunungan, seperti Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Lawu, Gunung Sindoro, dan Gunung Sumbing.