INDONESIA tak pernah kehabisan objek wisata alam ciamik memesona. Salah satunya ialah wisata alam Kalibiru. Objek wisata ini awalnya hanyalah hutan gundul akibat pembalakan liar, namun kini telah disulap menjadi rimbun dan lestari.
Ekowisata di kawasan hutan Menoreh Barat, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini perlahan menyejahterakan masyarakat di sekitarnya.
Kalibiru telah beroperasi sejak 2009 dan dikelola oleh Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan (HKm) Mandiri melalui Program Perhutanan Sosial.
Wisata alam ini terbentuk berkat kolaborasi seluruh pihak dari masyarakat setempat, pemerintah daerah dan pusat, hingga LSM. Menyabet penghargaan Wana Lestari pada 2014, membuat wisata ini kian populer dan ramai dikunjungi hingga 82 persen pada 2016 lalu. Pada 2018, omzet Kalibiru bahkan mencapai Rp7,2 miliar.
Ketua Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan (HKm) Mandiri Kulonprogo, Parjan, mengatakan, saat ini banyak masyarakat yang sebelumnya bekerja di luar negeri dan kota pulang ke kampung halaman untuk mengelola Wisata Alam Kalibiru.
Baca juga: 5 Alasan Sumatra Utara Layak Jadi Destinasi Ekowisata bagi Traveler
Namun, pihaknya menemui banyak tantangan di awal pembentukannya. Sebelumnya, kawasan tersebut adalah kawasan hutan produksi yang menjadi tempat masyarakat menanam pohon dan tumbuhan lainnya. Lalu, karena beralih menjadi hutan lindung, Parjan dan kelompoknya mencari jalan keluar untuk tetap memanfaatkan hutan tanpa merusaknya.
(Foto: Instagram/@lindapuspita.rini_)
Baca juga: Menparekraf Sandiaga Uno Dorong Pengembangan Ekowisata Berkonsep SAVE
“Waktu mengarah ke jasa lingkungan yaitu pembuatan ekowisata, banyak yang tidak setuju karena takut tidak bisa merambah lagi. Lalu ada pendekatan dari pemerintah dan LSM yang turut mendukung untuk mengarah ke sana,” tuturnya.
Tak hanya membantu meyakini masyarakat, pemerintah daerah dan LSM pun berkolaborasi dengan HKm Mandiri untuk memperkuat kelembagaan Wisata Alam Kalibiru.
Bupati Kulon Progo, Sutedjo membenarkan pentingnya melibatkan masyarakat dalam mengelola dan memelihara hutan. Sebelum mengantongi izin HKm, masyarakat diberi izin sementara selama 5 tahun.
Menurutnya, mengubah pola pikir masyarakat tidaklah mudah. Namun dengan upaya yang dilakukan terus menerus, masyarakat mulai memiliki rasa kepemilikan akan hutan dan menjaganya dari pembalakan liar.