PERAYAAN Hari Raya Nyepi oleh umat Hindu di Bali tak lepas dari pawai ogoh-ogoh. Patung raksasa yang menggambarkan sosok Butha Kala atau roh jahat yang suka mengganggu manusia itu diarak oleh warga lalu dibakar.
Ogoh-ogoh diambil dari sebutan ogah–ogah dari bahasa Bali yang artinya sesuatu yang digoyang-goyangkan.
 BACA JUGA: Jelang Nyepi 2022, Begini Proses Pembuatan Ogoh Ogoh di Boyolali
Melansir dari laman resmi Pemerintah Kabupaten Buleleng, Kamis (3/3/2022), ogoh-ogoh di Bali mulai dibuat dengan wujud Bhuta Kala saat Nyepi sejak 1983. Di tahun tersebut, ada Keputusan Presiden yang menyatakan Nyepi sebagai hari libur nasional.
Semenjak itu masyarakat mulai membuat perwujudan onggokan yang kemudian disebut ogoh-ogoh, di beberapa tempat di Denpasar. Budaya baru ini semakin menyebar ketika ogoh-ogoh diikutkan dalam Pesta Kesenian Bali ke XII.
Â
Buat orang awam, ogoh-ogoh adalah boneka raksasa yang diarak keliling desa pada saat menjelang malam sebelum hari raya nyepi (ngerupukan) yang diiringi dengan gamelan bali yang disebut Bleganjur, kemudian untuk dibakar.
Ogoh-ogoh adalah karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan.
 BACA JUGA: Perang Api, Tradisi Tolak Bala Umat Hindu saat Perayaan Nyepi
Dalam perwujudan patung yang dimaksud, Bhuta Kala digambarkan sebagai sosok yang besar dan menakutkan; biasanya dalam wujud Rakshasa. Selain wujud Rakshasa, Ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam wujud makhluk-makhluk yang hidup di Mayapada, Syurga dan Naraka, seperti: naga, gajah, Widyadari, bahkan Dalam perkembangannya, ada yang dibuat menyerupai orang-orang terkenal, seperti para pemimpin dunia, artis atau tokoh agama bahkan penjahat.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi tahun 1986, Ogoh-ogoh didefinisikan sebagai ondel-ondel yang beraneka ragam dengan bentuk yang menyeramkan.
Follow Berita Okezone di Google News