BIASANYA manusia yang dipenggal kepala, nyawanya akan seketika melayang. Tapi, tokoh Revolusi Prancis, Charlotte Corday justru menunjukkan hal berbeda. Wanita bangsawan itu sempat menunjukkan kemarahannya meski kepala sudah berpisah dari tubuh saat dieksekusi di depan umum.
Kisahnya terjadi di Paris, pada 1793. Charlotte Corday yang berusia 24 tahun kala itu dihukum mati karena membunuh Jean-Paul Marat, pemimpin Jakobin, klub politik terkenal masa Revolusi Prancis. Marat dibunuh dengan guillotine, alat untuk memancung terpidana mati kala itu.
Mengutip dari beberapa sumber, Corday sayogianya wanita terhormat. Lahir di Saint-Saturnin-des-Lingeries, Orne in Normandy, Prancis pada 1768 dari keluarga bangsawan.
Kisah berawal saat kakak perempuan dan ibu Corday meninggal. Ayahnya mengirim Corday dan adik perempuannya ke sebuah biara di Caen. Di perpustakaan biara, Corday membaca tulisan Plutarch, Rousseau, dan Voltaire.
Setelah tahun 1791, Corday tinggal di Caen dengan sepupunya, Nyonya Le Coustellier de Bretteville-Gouville. Mereka sangat dekat. Corday akan mewarisi tanah milik sepupunya. Ketika Revolusi Prancis menjadi semakin dan semakin ekstrem, Corday mulai lebih mendukung Girondin.
 BACA JUGA:Kisah Mistis 5 Gunung di Jawa Tengah yang Dialami Pendaki, Bikin Merinding!
Ia menyukai pidato mereka dan sangat menyukai Girondin yang ditemui di Caen. Dia memutuskan bahwa dia perlu melakukan apa yang sedang dilakukan Girondin. Selanjutnya ia berpikir, bahwa mereka adalah partai yang akan menyelamatkan Prancis dari radikalisme kaum Jacobin.
Orang-orang Jacobin percaya bahwa Prancis hanya akan diselamatkan dengan menakuti orang-orang agar taat. Mereka percaya bahwa kekerasan adalah satu-satunya cara.
Follow Berita Okezone di Google News