ADA 7 suku di Indonesia yang menolak modernisasi. Mereka sangat menjaga tradisi, adat, dan budaya. Saat dunia berkembang makin modern, masyarakat suku-suku tersebut tetap setia hidup dengan nilai-nilai tradisional dan memegang kuat prinsip warisan leluhur.
Dunia dewasa ini telah berkembang menjadi lebih canggih dan modern. Adanya penemuan baru di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi perlahan menggeser perubahan sikap serta mentalitas masyarakat sesuai dengan nilai atau aturan yang berlaku di masa kini.
Dari keadaan masyarakat yang dulunya tradisional, seiring berjalannya waktu berubah karena tuntutan zaman. Salah satunya seperti penggunaan ponsel pintar atau laptop bagi anak-anak usia sekolah yang saat ini kehadirannya sangat menunjang proses belajar para siswa.
 BACA JUGA:Mengenal Tradisi Tato Suku Dayak, Warisan Leluhur Sejak Sebelum Masehi
Namun, hal ini tidak berlaku bagi beberapa suku di Indonesia yang justru mempertahankan nilai-nilai dan kehidupan tradisionalnya dan tak menjalankan gaya hidup modern.
Bahkan mereka rela tak berbaur dengan masyarakat luar dan secara religius bertahan dengan kelompoknya yang juga mengesampingkan kemodernitasan. Apa saja suku-suku di Indonesia yang menolak modernisasi? Berikut daftarnya
1. Suku Rana
Suku Rana merupakan kelompok penduduk asli pulau Buru, Maluku. Sebagian ada yang lahir dari perkawinan penduduk asli dengan pendatang, namun tak sedikit juga yang menetap.
Suku Rana menghuni kawasan di sekitar Danau Rana, yang berada di Pulau Buru, bagian Utara-Barat. Danau Rana adalah danau terbesar yang ada di Maluku dengan ketinggian mencapai 700 mdpl dan dianggap sebagai tempat suci bagi penduduk di pulau Buru. Suku Rana juga meyakini bahwa nenek moyang mereka adalah dewa yang hidup di Tanggal gunung dan danau Rana.
Mata pencaharian utama orang Rana adalah berladang. Cara suku ini bercocok tanam pun masih sangat tradisional, yaitu dengan cara menebang-bakar dan berpindah-pindah. Departemen Sosial memasukkan suku rana ke dalam kategori masyarakat terasingÂ
2. Suku Baduy
Suku Baduy adalah suku asli Sunda, Banten yang juga masih bertahan dengan cara-cara tradisional dan menolak hidup secara modern baik dalam berpakaian, maupun pola hidupnya.
Perkampungan masyarakat Baduy umumnya terletak di daerah aliran Sungai Ciujung di Pegunungan Kendeng. Masyarakat suku Baduy hingga kini masih melestarikan berbagai kebudayaannya seperti pencak silat, debus, tari topeng, menenun, hingga menggunakan pakaian khusus masyarakat Baduy yang berbeda antara laki-laki dan perempuannya.
Â
Warga Baduy
3. Suku Kajang
Suku ketiga yang juga menolak modernisasi adalah suku Kajang, yang hidup di pedalaman Bulukumba, Sulawesi Selatan. Mereka memilih mempertahankan tradisi dan kearifan lokal yang dikenal sebagai pasang ri kajang.
Pasang ri kajang adalah sebuah produk kearifan lokal yang dihasilkan oleh masyarakat tradisional Kajang Berupa hukum adat, yang bersumber pada keyakinan, telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Warga Kajang (Instagram @asrullah.ai)
Kearifan lokal ini diyakini dapat menciptakan keselarasan, keserasian, keseimbangan dan kelestarian antara manusia, lingkungan permukiman, lingkungan alam, dan Sang pencipta yang mereka sebut Turie‟ A‟ra‟na.
Jika tradisi dan hukum adat ini dilanggar, maka akan merusak keseimbangan sistem kehidupan di lingkungan Kawasan Adat, sehingga Amma-Toa sebagai ketua adat akan memberikan sanksi kepada setiap orang yang melakukan pelanggaran tersebut.
Follow Berita Okezone di Google News